back to top

Mahkamah Konstitusi Mengonfirmasi Bahwa Sanksi Pidana Penghinaan Lambang Negara Belum Berlaku

Date:

Share post:

Jakarta | statusberita.com – Undang-undang Nomor 1/2023 tentang KUHP Baru telah resmi diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Namun, Pasal 624 BAB XXXVII dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa KUHP baru ini akan mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Dengan demikian, KUHP baru ini akan berlaku pada 2 Januari 2026.

Pada tanggal 28 Februari 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengucapkan putusan atas permohonan yang diajukan oleh Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung. Permohonan mereka menguji Pasal 237 huruf c, Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 256 KUHP. Hakim MK Suhartoyo menyebutkan bahwa keberlakuan KUHP baru ini telah dipertimbangkan dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya, termasuk Putusan MK Nomor 1/PUU-XXI/2023, Putusan MK Nomor 7/PUU-XXI/2023, dan Putusan MK Nomor 10/PUU-XXI/2023.

Namun, permohonan para pemohon tersebut tidak diterima karena dianggap prematur. Hal ini dikarenakan saat permohonan diajukan, KUHP baru yang dimohonkan untuk pengujian secara hukum ini belum berlaku. Dengan demikian, syarat adanya anggapan kerugian konstitusional akibat berlakunya norma undang-undang belum terpenuhi.

Pasal 237 huruf C KUHP Nasional yang mengatur pidana penghinaan lambang negara menjadi sorotan dalam permohonan para pemohon. Mereka mengajukan gugatan terhadap pasal tersebut ke MK dengan alasan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pasal ini sebelumnya telah dihapus oleh MK dalam Putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012 yang dikeluarkan pada 2013. MK menghapus pasal tersebut karena dianggap sebagai pembatasan terhadap ekspresi dan apresiasi warga negara terhadap identitasnya sebagai warga negara, yang bertentangan dengan maksud Undang-Undang yang berlaku.

Pemohon meminta agar pasal tersebut dihapus dari KUHP baru karena dianggap ironis bahwa pasal yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 kembali diberlakukan dan dimasukkan ke dalam KUHP. Mereka menyoroti bahwa pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan MK atau menganggap putusan tersebut hanya formalitas belaka, sehingga tidak melaksanakan putusan MK Nomor 4/PUU-X/2012.

Dalam permohonan mereka, Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung meminta agar pasal tersebut dihapus dari KUHP baru karena dianggap bertentangan dengan putusan MK sebelumnya.(Rz)

Berita terbaru

spot_img

Berita terkait

Bikin Jabar Makin Istimewa, Dedi Mulyadi Lakukan Rotasi dan Mutasi Besar-Besaran

Bandung | statusberita.com - Lakukan rotasi dan mutasi besar-besaran di lingkungan Pemerintah Provinsi, Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat...

Ucapkan Selamat Mudik, Lurah Elin Imbau Warganya Untuk Tetap Menjaga Kondusifitas Lingkungan

Depok | statusberita.com - Herliana Maharani (Elin) Lurah Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok imbau warganya...

Fokus Putus Mata Rantai Kemiskinan, Presiden Siap Resmikan 53 Sekolah Rakyat Berasrama dalam Waktu Dekat

Jakarta | statusberita.com - Prabowo Subianto Presiden RI telah mengumumkan secara resmi terkait rencana pembangunan 200 Sekolah Rakyat...

Kapolres SBB Sebut Ratusan Personilnya Siap Amankan Idul Fitri 1446H

Maluku | statusberita.com - Polisi Resort (Polres) Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku siapkan sebanyak 106 Personil untuk...