back to top

Dilema Standar Kemiskinan di Indonesia, Antara Politik versus Akurasi Pengukuran

Date:

Share post:

Jakarta | statusberita.com – Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, mengungkapkan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 17,7 persen pada tahun 2022. Angka ini didasarkan pada standar kemiskinan internasional Bank Dunia menggunakan US$ purchasing power parity (PPP) sebesar US$ 3,2 PPP sebagai batas kemiskinan.

Saat ini, Indonesia menggunakan standar US$ 1,9 PPP untuk mengukur kemiskinan ekstrim, yang mencapai 1,5 persen pada tahun 2022, dan menargetkan mencapai 0 persen pada tahun 2024. Namun, menurut Yusuf, Bank Dunia telah menyarankan pemerintah untuk melakukan evaluasi yang lebih baik dalam penanggulangan kemiskinan, dengan tidak lagi menggunakan standar US$ 1,9 PPP, tetapi beralih ke standar US$ 3,2 PPP.

“Dengan ukuran extreme poverty US$ 1,9 PPP, angka kemiskinan hanya 1,5 persen. Namun, dalam perhitungan IDEAS, dengan ukuran poverty US$ 3,20 PPP, angka kemiskinan melonjak menjadi 17,7 persen”, ucapnya, Rabu, 7/6/2023.

Yusuf menilai, bahwa pemerintah terlihat enggan menerima usulan dari Bank Dunia ini, dengan alasan utama bahwa penggunaan standar baru tersebut akan menyebabkan peningkatan signifikan jumlah penduduk miskin.

“Secara politik hal ini tentu tidak menguntungkan bagi penguasa, terlebih menjelang pemilu”, tutur Yusuf.

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan standar kemiskinan nasional sebagai ukuran kemiskinan resmi di Indonesia. Data kemiskinan dari BPS selalu dipublikasikan secara luas oleh pemerintah berdasarkan survei setiap 6 bulan yang disebut Susenas.

“Pada prakteknya, ukuran kemiskinan US$ 3,2 PPP sesuai rekomendasi dari Bank Dunia lebih relevan, yang menghasilkan angka kemiskinan sekitar 18 persen, dan akan berimplikasi penting bagi strategi pertumbuhan yang lebih inklusif”, jelasnya.

Yusuf juga memberikan contoh mengenai implementasi kebijakan perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan, di mana pemerintah menggunakan data kemiskinan ‘Mikro’. Data ini berbeda dari data kemiskinan ‘Makro’ dari BPS, yang dikenal sebagai DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang mencakup data sekitar 35 persen keluarga paling miskin.(Arf)

Berita terbaru

spot_img

Berita terkait

Bikin Jabar Makin Istimewa, Dedi Mulyadi Lakukan Rotasi dan Mutasi Besar-Besaran

Bandung | statusberita.com - Lakukan rotasi dan mutasi besar-besaran di lingkungan Pemerintah Provinsi, Dedi Mulyadi Gubernur Jawa Barat...

Ucapkan Selamat Mudik, Lurah Elin Imbau Warganya Untuk Tetap Menjaga Kondusifitas Lingkungan

Depok | statusberita.com - Herliana Maharani (Elin) Lurah Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok imbau warganya...

Fokus Putus Mata Rantai Kemiskinan, Presiden Siap Resmikan 53 Sekolah Rakyat Berasrama dalam Waktu Dekat

Jakarta | statusberita.com - Prabowo Subianto Presiden RI telah mengumumkan secara resmi terkait rencana pembangunan 200 Sekolah Rakyat...

Kapolres SBB Sebut Ratusan Personilnya Siap Amankan Idul Fitri 1446H

Maluku | statusberita.com - Polisi Resort (Polres) Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku siapkan sebanyak 106 Personil untuk...