Depok | statusberita.com – Pada 6 dan 9 Agustus 1945, dua bom atom meledak di kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang, mengguncang dunia dengan kekuatan dahsyatnya. Peristiwa tersebut telah menggoreskan tinta kelam dalam sejarah perang dunia dan merupakan satu-satunya kali senjata nuklir digunakan dalam konflik bersenjata.
Latar Belakang Tragedi
Pada musim panas 1945, kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II hampir pasti. Angkatan laut dan udaranya telah hancur, dan negara tersebut terjebak dalam blokade angkatan laut Sekutu serta pengeboman intensif di kota-kota penting. Amerika Serikat merebut Pulau Okinawa pada akhir Juni, menjadi titik tolak bagi invasi ke pulau utama Jepang.
Operasi Olimpiade, sebuah invasi ke Jepang yang ditetapkan pada November 1945, diberikan tugas kepada Jenderal A.S. Douglas MacArthur. Namun, invasi ini diperkirakan akan menjadi salah satu pertempuran paling berdarah dalam sejarah.
Faktor Psikologis dan Perkembangan Bom Atom
Para pembuat keputusan militer Amerika merasa yakin bahwa Jepang akan bertempur sampai titik darah penghabisan. Pengalaman pertempuran yang mahal di Iwo Jima dan Okinawa telah memberi dampak psikologis kuat pada para pemimpin militer AS. Mereka memperhitungkan bahwa seluruh negara Jepang akan dimobilisasi untuk mempertahankan pulau-pulau mereka, terutama setelah serangan bunuh diri Kamikaze oleh Jepang.
Ketika AS berhasil menguji coba bom atom pertama di dunia pada 16 Juli 1945 di gurun New Mexico, opsi baru muncul di tengah perang. Proyek Manhattan di bawah kepemimpinan ilmuwan J. Robert Oppenheimer berhasil menciptakan bom atom dengan kekuatan yang luar biasa.
Deklarasi Potsdam dan Keputusan Menggunakan Bom Atom
Pada 26 Juli 1945, Sekutu mengeluarkan Deklarasi Potsdam yang menuntut penyerahan tanpa syarat dari semua angkatan bersenjata Jepang. Ancaman kehancuran total militer Jepang dan tanah air mereka dinyatakan jika mereka menolak tuntutan tersebut. Pada 28 Juli, Perdana Menteri Jepang Kantaro Suzuki menanggapi dengan mengatakan pemerintahnya tidak peduli dengan ultimatum Sekutu.
Menghadapi situasi yang semakin genting, Presiden AS Harry S. Truman memerintahkan penggunaan bom atom. Pada 6 Agustus 1945, pesawat pembom B-29 AS Enola Gay menjatuhkan bom atom di Hiroshima, menewaskan sekitar 80.000 orang dan melukai ribuan lainnya. Meskipun sebagian dari dewan perang tertinggi Jepang setuju untuk menerima Deklarasi Potsdam setelah serangan ini, mayoritas masih menolak penyerahan tanpa syarat.
Situasi semakin tegang ketika pada 8 Agustus, Uni Soviet menyatakan perang melawan Jepang dan menyerang Manchuria pada keesokan harinya. Pada 9 Agustus, bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki, Jepang.
Keputusan Jepang untuk Menyerah
Dalam pertemuan di tengah malam pada 9 Agustus, Kaisar Jepang Hirohito mendukung proposal Perdana Menteri untuk menerima Deklarasi Potsdam, dengan syarat Kaisar tetap mempertahankan kedudukannya sebagai penguasa berdaulat. Kaisar mengeluarkan pernyataan pada 15 Agustus, mengumumkan penyerahan Jepang.
Konsekuensi dan Pembelaan Keputusan Penggunaan Bom Atom
Tragedi di Hiroshima dan Nagasaki telah mengguncangkan dunia dan meninggalkan luka mendalam bagi Jepang serta banyak korban warga sipil. Pembelaan Presiden Truman atas penggunaan bom atom adalah perlunya mengakhiri perang dengan cepat, untuk menyelamatkan nyawa banyak tentara Sekutu dan Jepang yang akan hilang dalam invasi darat yang direncanakan.
Akhirnya, pada 2 September 1945, penyerahan resmi Jepang diumumkan di atas kapal perang USS Missouri di Teluk Tokyo, menandai berakhirnya Perang Dunia II.
Tragedi Hiroshima dan Nagasaki menjadi peringatan bagi dunia tentang kehancuran yang dapat diakibatkan oleh senjata nuklir. Sejak saat itu, banyak upaya telah dilakukan untuk mencegah penggunaan dan penyebaran senjata nuklir, serta untuk mencari perdamaian melalui diplomasi dan kerjasama internasional. (In)