Jakarta | statusberita.com – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) telah mengemukakan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sering menggunakan pendekatan “cawe-cawe” dalam Pilpres 2024. Menurut HNW, sikap tersebut tidak tepat, meskipun mungkin bertujuan untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
Menurut HNW, demi masa depan bangsa dan negara, lebih baik jika seorang presiden konsisten dengan sikap awalnya, yaitu tidak menggunakan pendekatan “cawe-cawe” dan sepenuhnya mengikuti mekanisme konstitusi, aturan hukum, dan kedewasaan partai politik.
Dia juga mengingatkan bahwa selain mematuhi aturan formal pemerintahan, terdapat pula etika berbangsa dan bernegara serta sumpah jabatan Presiden yang sangat penting untuk dipegang oleh Presiden hingga akhir masa jabatannya. Hal ini bertujuan untuk meninggalkan warisan kenegarawanan yang baik.
HNW memahami bahwa presiden memiliki kewajiban untuk mengambil kebijakan yang membawa kemaslahatan, kemajuan, dan persatuan bagi bangsa, serta menangani permasalahan yang muncul. Namun, menurutnya, semua itu harus tetap berada dalam koridor nilai-nilai, konvensi, dan kesepakatan nasional.
Dia menyebutkan bahwa pendekatan “cawe-cawe” dapat dinilai tidak sejalan dengan TAP MPR RI yang masih berlaku, khususnya TAP MPR Nomor VI/MPR/2021 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Salah satu poin dalam etika tersebut berkaitan dengan etika politik dan pemerintahan.
“Etika politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa,” ungkapnya dalam keterangannya pada Kamis (8/6/2023).
Dalam konteks etika tersebut, penting untuk memperhatikan penghargaan terhadap perbedaan, kejujuran dalam persaingan, dan kesiapan untuk menerima pendapat yang lebih benar.
“Sikap cawe-cawe terhadap pemilu sangat dikhawatirkan dapat bertentangan dengan ketentuan-ketentuan etika berbangsa dan bernegara yang diatur dalam TAP MPR tersebut,” tegasnya.
HNW juga menunjukkan bahwa sikap “cawe-cawe” mungkin bertentangan dengan norma sumpah jabatan Presiden yang secara jelas diuraikan dalam Pasal 9 ayat (1) UUD NRI 1945 dan telah diucapkan oleh Presiden Jokowi di hadapan sidang paripurna MPR. Isi sumpah jabatan tersebut mencakup janji untuk menjalankan kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar, melaksanakan semua undang-undang dan peraturan dengan sejujur-jujurnya, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.
HNW menyatakan bahwa sumpah jabatan tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Presiden Jokowi akan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya, dan sejujur-jujurnya.
“Dengan sumpah jabatan tersebut, Presiden tidak hanya menjadi politisi semata, bahkan bukan hanya kepala pemerintahan, melainkan juga kepala negara yang bertanggung jawab untuk melindungi seluruh warga negara dan semua kelompok, termasuk kelompok yang mungkin memiliki organisasi atau orientasi politik yang berbeda dengan Presiden,” katanya.
Di sisi lain, HNW mengungkapkan bahwa pendekatan “cawe-cawe” dengan memberikan dukungan dan fasilitas kepada calon presiden dan kelompok politik tertentu berpotensi mengabaikan pihak lain.
“(Hal ini) mudah dilihat sebagai tidak memenuhi prinsip keadilan, terlebih lagi prinsip seadil-adilnya seperti yang diungkapkan dalam sumpah jabatan tersebut,” tandasnya.(Rz)